Semarang (12/2). Musyawarah Wilayah (Muswil) VIII LDII Jawa Tengah (Jateng) yang berlangsung di Patra Hotel & Convention Semarang, pada 26-27 Februari 2025 lalu, menghadirkan Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, Adib Abdushomad. Ia memaparkan materi “Peningkatan Peran LDII Sebagai Penggerak Moderasi Beragama di Era Disrupsi”, berupa refleksi mengenai pentingnya adaptasi agama dalam menjawab tantangan zaman.
Dalam pembekalannya, Adib Abdushomad menegaskan pentingnya menjadikan cinta sebagai inti dari praktik beragama, “Beragama harus berdampak, memberikan manfaat bagi kehidupan, dan memperkuat hubungan umat dengan agamanya,” ujarnya.
Kurikulum berbasis cinta yang dicanangkan Kementerian Agama bertujuan menerjemahkan nilai-nilai cinta universal dari setiap agama, “Baik dalam pelayanan, pengorbanan, hingga kontribusi nyata bagi masyarakat. Cinta sejati, adalah cinta yang melayani, berkorban, dan menebarkan kedamaian,” papar Adib.
Ia juga menambahkan mengenai perhatian agama terhadap isu-isu lingkungan hidup. Menurutnya, pada era disrupsi, moderasi beragama tidak hanya berbicara tentang hubungan antarumat, tetapi juga tentang hubungan dengan alam. Adib mendorong para tokoh agama dan masyarakat untuk mengedepankan ecotheology, yakni pemahaman teologis yang menempatkan pelestarian alam sebagai bagian integral dari ibadah.
Gerakan seperti “1 Juta Pohon” yang melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), pemuda, dan perempuan menjadi contoh konkret bagaimana ajaran agama dapat menyatu dengan aksi menjaga bumi.
Muswil tersebut juga menyoroti pentingnya humanisme sebagai landasan moderasi beragama. “Jika kita berbeda dalam keimanan, mari kita bersatu dalam kemanusiaan,” tegas Adib. Prinsip “Treat others as you want to be treated”, menjadi dasar dalam membangun harmoni sosial. Internasionalisasi praktik kerukunan umat beragama di Indonesia diharapkan menjadi inspirasi dunia, mencerminkan nilai luhur Pancasila dalam kehidupan global.
Dalam pandangannya, Adib menyebut sinergi antara Kementerian Agama dan LDII juga harus menyentuh aspek pemberdayaan ekonomi. Ia menyoroti pentingnya pelatihan keterampilan dan pendidikan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat, “Mengentaskan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan ekonomi adalah bagian dari misi beragama yang moderat,” ungkapnya.
Adib juga berharap LDII menjadi motor penggerak dalam memberikan solusi ekonomi berbasis komunitas. Adib Abdushomad menutup pesannya dengan optimisme, “Kerukunan umat beragama di Indonesia adalah fondasi yang kokoh untuk membangun dunia yang lebih damai,” pungkasnya.