PALING UPDATE
Nuansa Persada
No Result
View All Result
Nuansa Persada
No Result
View All Result
Home Nasehat

Waktu Sahur

in Nasehat
390
0
Waktu Sahur

Ilustrasi: Pinterest.

548
SHARES
2.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan

Setidaknya, ada dua ayat dalam Al-Qur’an yang ujung-ujungnya terus menggoda—bukan dengan tipu daya, tapi dengan keindahan yang membangkitkan rindu. Keduanya tersebar di dua surat yang berjauhan, namun saling bersahutan layaknya angin yang menyapa dari arah berlawanan, lalu bertemu di dada orang-orang yang mencari kebenaran. Ayat-ayat itu sederhana, tapi berlimpah makna. Seolah Tuhan sedang berbisik lirih: “Inilah kebahagiaan yang sejati, yang tak bisa dibeli, hanya bisa dicicipi oleh hati yang bersih lagi berserah.”

Bagi para pencari kebahagiaan di jalan Tuhan, dua ayat ini bagaikan buah ranum yang selalu segar dipetik. Ia tidak hanya enak dibaca dengan mata, tapi dirasakan dengan iman. Ia merebus hati dengan manisnya kehadiran Ilahi, membuat siapa pun yang meneguknya tenggelam dalam kenikmatan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata. Semakin sering direnungi, semakin dalam ia menancap. Semakin memabukkan, semakin membahagiakan. Seperti air yang jernih dari langit, menenangkan dahaga batin, dan memberi arah bagi jiwa yang ingin pulang. Allah berfirman:

ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآ إِنَّنَآ ءَامَنَّا فَٱغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ، ٱلصَّـٰبِرِينَ وَٱلصَّـٰدِقِينَ وَٱلْقَـٰنِتِينَ
وَٱلْمُنفِقِينَ وَٱلْمُسْتَغْفِرِينَ بِٱلْأَسْحَارِ

“(Yaitu) orang-orang yang berkata: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah kami atas dosa-dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itu adalah orang-orang yang sabar, jujur, tunduk patuh (kepada Allah), menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali ‘Imran: 16–17)

“كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ ٱلَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ، وَبِٱلْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ”

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di waktu sahur mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 17–18)

Dua ayat di atas sangat relevan dan kuat sekali hubungannya dengan waktu sahur, terutama dalam menggambarkan ciri-ciri orang bertakwa yang menghidupkan malam dan beristighfar menjelang fajar. Waktu sahur—yaitu sepertiga malam terakhir, saat yang sangat sunyi, tenang, dan penuh rahmat. Saat banyak maling konvensional beraksi. Dengan hasil presisi. Saat kantuk datang menghebat. Bagi para penjaga dan penghuni. Namun, para ahli tafsir menemukan tirai perspektif diri di sini. Penuh intuisi dan legasi. Bahwa ini adalah waktu terbaik untuk menangis, istighfar, dan mengadu kepada Allah.

Sejalan dengan itu, maka Imam Qurtubi sungguh telah memahami secara paripurna, hingga berkata: “Ayat ini menunjukkan keutamaan istighfar di waktu sahur. Dan waktu sahur adalah waktu doa paling mustajab, saat para Nabi dan shalihin bermunajat.” (Tafsir al-Qurthubi, 4/219) Sedangkan Ibn Katsir, seolah tak mau kalah melengkapinya dengan menjelaskan: “Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang bertakwa adalah yang berdoa dan memohon ampun di waktu sahur, saat hati paling khusyuk dan ikhlas.” (Tafsir Ibn Katsir, Ali Imran: 17)

Terkait pengejawantahan dua ayat ini, perlu rasanya menyimak petuah-petuah indah dari salafus-shalih. Baris-baris kata penuh harap, sarat makna dan lengkap teladan. Bacalah dengan seksama, barengi perhatian penuh suka-cita. Kita mulai dari Imam Al-Hasan al-Bashri. Ia berpesan; “Aku tidak tahu suatu waktu yang lebih mirip dengan suasana akhirat selain waktu sahur. Di sana orang-orang menangis, beristighfar, dan menyendiri bersama Allah.” [Diriwayatkan dalam Hilyat al-Awliya’ (2/134)] Al-Hasan sampai menggambarkan waktu sahur adalah bayangan dari hari pertemuan dengan Allah. Di situ ruh merasa sangat dekat dan ringan untuk menangis, memohon, dan membersihkan diri. Ditemani udara yang tipis mengiris. Di situ pula, bumi merunduk menaungi, menyerap semua energi negatif diri. Mungkin kita juga perlu berkaca pada kisah Nabi Ya’kub yang tersaji di dalam Surat Yusuf: 97-98. Rela menunggu; memintakan ampunan sampai waktu sahur tiba.

قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ

“Mereka berkata, ‘Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun untuk dosa-dosa kami; sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah.’”

قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Ya’qub berkata, ‘Aku akan memohonkan ampun kepada Tuhanku untuk kalian. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.'”

Selanjutnya Ibnul Qayyim al-Jawziyyah, memberikan penegasan indah dengan menuturkan; “Istighfar sahur adalah permintaan ampun yang keluar dari hati yang remuk. Ia lebih dahsyat dari ribuan keluhan siang hari.” [Miftah Dār as-Sa‘ādah (1/287)] Istighfar sahur bukan sekadar lisan, tapi jeritan jiwa yang paling tulus. Di waktu sahur, tangisan dan bisikan hati lebih jujur dan lebih cepat sampai ke langit. Senada juga dengan Sufyan ats-Tsauri, yang terus-terang memberikan sindiran pedas; “Jika kau tidak bisa bangun malam, dan malas di waktu sahur, ketahuilah—engkau telah dibelenggu oleh dosa-dosamu.” (Imam Ibnul Jauzi, dalam Shaidul Khatir) Waktu sahur adalah saat di mana jiwa-jiwa bersih merasa ringan untuk bangkit. Jika tidak mampu, mungkin hati sedang sakit oleh dosa-dosa yang belum dibersihkan.

Tidak jauh dengan wasiat indah di atas, Abu Madyan, salah satu sufi Andalus, meneruskan dengan menyampaikan; ” Sahur bukan sekadar waktu makan, tapi saat paling indah untuk jatuh cinta pada Allah tanpa gangguan dunia.” Ini ungkapan spiritual yang menggambarkan waktu sahur sebagai saat yang paling jernih, paling bebas dari hiruk-pikuk, untuk menyalakan cinta ruhani kepada Allah. Demikian juga nasihat kontemporer – Syaikh Abdurrazzaq al-Badr; “Siapa yang ingin jiwanya sehat, dadanya lapang, dan hatinya bercahaya—bangunlah di waktu sahur, meski sebentar.” (Syarh Hisn al-Muslim, al-Badr)

Waktu sahur, lebih dari sekadar waktu makan. Dalam tradisi puasa, kita mengenal waktu sahur sebagai saat makan sebelum imsak. Namun dalam dimensi ruhani, waktu sahur lebih dari sekadar pengisi perut—ia adalah momen langit terbuka, ketika doa naik dan rahmat turun. Waktu sahur adalah bagian dari sepertiga malam terakhir, waktu yang Allah sendiri pilih untuk mendekat kepada hamba-Nya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:

“يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ؟ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ؟”

“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Ia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan? Siapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku beri? Siapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni?” (HR. Bukhari no. 1145, Muslim no. 758)

Hadis ini bukan hanya mengajak kita bangun malam, tetapi menyadarkan bahwa ada waktu-waktu ketika langit benar-benar “membuka diri” untuk manusia. Waktu sahur adalah salah satunya. Allah memuji hamba-hamba yang bangun di waktu sahur dengan dua ciri utama: sedikit tidur dan banyak istighfar. Dua hal ini bukan hanya tanda kesalehan, tetapi juga terapi ruhani yang dalam. Orang yang menyesap waktu sahur dengan istighfar akan merasakan kelapangan dada yang tak tergantikan, termasuk oleh tidur panjang.

Dalam dimensi lain, sahur menyambung ruhaniyah, menjaga tubuh; dimana Nabi ﷺ bahkan menekankan agar tidak meninggalkan sahur, walaupun hanya dengan seteguk air:

“تَسَحَّرُوا، فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً”

“Bersahurlah kalian, karena pada sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari no. 1923, Muslim no. 1095).

Para ulama menafsirkan “barakah” di sini meliputi: kekuatan fisik untuk menjalani puasa, pahala dan ampunan serta keterhubungan ruhani dengan sunnah Nabi. Waktu sahur juga mengandung keberkahan karena berdekatan dengan waktu mustajab doa. Maka yang terbaik adalah menggabungkan sahur dengan dzikir, salat, dan istighfar.

Waktu sahur adalah waktu terbaik untuk meminta ampunan dan rezeki. Istighfar di waktu sahur bukan hanya ibadah, tapi juga kunci rezeki, sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur’an:

“فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا، يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا، وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ
وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا”

“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Beristighfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan lebat kepadamu, memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun serta sungai-sungai untukmu.’” (QS. Nuh: 10–12)

Waktu sahur adalah saat emas untuk beristighfar demi dosa yang telah lalu, rezeki yang tertunda, dan hati yang luka. Tak ada waktu yang lebih hening, lebih dekat, dan lebih menyembuhkan daripada waktu sahur. Maka, jangan lewatkan saat ketika Allah turun membawa pelukan kasih-Nya kepada hamba-hamba yang merindukan ampunan.

Related Posts

Qiyamullail
Nasehat

Qiyamullail

by admin
July 28, 2025
0

Oleh Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan (Ketenangan yang Turun Saat Dunia Tertidur)...

Read more
Cara Wujudkan 3 Kata Kunci Keluarga Harmonis
Nasehat

Cara Wujudkan 3 Kata Kunci Keluarga Harmonis

by admin
July 24, 2025
0

Tiga kata yakni sakinah, mawaddah, dan wa rahmah merupakan impian semua orang ketika memulai kehidupan berumah tangga. Ust. Yoyok Dwi Sasongko dalam...

Read more
Menggenggam yang Abadi
Nasehat

Menggenggam yang Abadi

by admin
July 21, 2025
0

(Menemukan Arah di Tengah Ketidakpastian) Di tengah derasnya arus zaman yang serba cepat, segalanya tampak berubah dalam sekejap. Apa yang kemarin belum...

Read more
Lelah – Jadi Penerima Pesan
Nasehat

Lelah – Jadi Penerima Pesan

by admin
July 14, 2025
0

Oleh Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan (Belajar Diam yang Cerdas) Ada sebentuk...

Read more
Tersapu Banjir Informasi
Nasehat

Tersapu Banjir Informasi

by admin
July 7, 2025
0

Oleh Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan (Mencari Titik Diam di Tengah Gelombang)...

Read more
Habib Ubaidillah: Hidayah adalah Nikmat Tertinggi, Harus Dijaga hingga Akhir Hayat
Nasehat

Habib Ubaidillah: Hidayah adalah Nikmat Tertinggi, Harus Dijaga hingga Akhir Hayat

by admin
July 4, 2025
0

Nganjuk (3/7). Di antara banyak karunia Allah yang diberikan kepada manusia, tak ada yang melebihi mahalnya nikmat hidayah. Hal tersebut disampaikan Pengasuh...

Read more
Nuansa Persada

Majalah Resmi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Hubungi kami untuk layanan iklan online: marketing@nuansaonline.com

Follow Us

Recent News

Kerja Bakti Nasional, LDII Ajak Warga Peduli Lingkungan dan Nasionalisme

Kerja Bakti Nasional, LDII Ajak Warga Peduli Lingkungan dan Nasionalisme

August 4, 2025
Waktu Sahur

Waktu Sahur

August 4, 2025

ARSIP

  • Iklan
  • Privacy & Policy

© 2021 - Designed by LataniyaWeb

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Ekonomi Bisnis
  • Energi
  • Fa Aina Tadzhabun
  • Iptek
  • Apa Siapa
  • Digital
  • Hukum
  • Jejak Islam
  • Kesehatan
  • Kisah Teladan
  • Laporan
  • Lentera Hati
  • Liputan Khusus
  • Lintas Daerah
  • Resonansi
  • Olah Raga
  • Opini
  • Pendidikan
  • Remaja
  • Siraman Rohani
  • Khutbah (PDF)
    • Khutbah Jumat Bahasa Arab
    • Idul Fitri Bahasa Arab
    • Idul Fitri (ust. Aceng Karimullah)
    • Idul Fitri (ust. Imam Rusdi)
    • Idul Adha (ust. Aceng Karimullah)
    • Idul Fitri (Kediri 2017)

© 2021 - Designed by LataniyaWeb

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In