Oleh Sudarsono dan Wilarso*
“Isu perubahan iklim (climate change) semakin mengemuka. Sejalan dengan itu, istilah jejak karbon (carbon footprint) pun semakin populer. Tak cukup dengan faham, kita perlu bersama-sama mengurangi jejak karbon untuk kepentingan generasi penerus agar mereka pun dapat mendiami bumi secara berkelanjutan.”
Istilah “carbon footprint” (jejak karbon) semakin populer dengan semakin terasanya dampak perubahan iklim. Salah satunya, berbagai tempat di Indonesia saat ini dirasakan semakin panas. Daerah Puncak, Bogor – meski tetap menarik wisatawan lokal, lingkungan asri yang dingin sudah tidak lagi dapat dirasakan. Semua itu berpangkal pada akumulasi gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer, terutama gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O), CO2 akibat aktivitas manusia, yang memerangkap panas matahari. Jejak karbon dipakai sebagai cara untuk mengukur dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan, yaitu dengan menghitung jumlah GRK yang dihasilkan oleh aktivitas manusia per satuan waktu.
Dipopulerkan pertama kali oleh British Petroleum (BP) di tahun 2000-an, istilah jejak karbon (carbon footprint) dikampanyekan sebagai pengalih perhatian, bahwa setiap individu juga bertanggung jawab terhadap perubahan iklim dan bukan hanya Perusahaan, sehingga perlu ikut mengurangi pelepasan (emisi) karbon ke udara. Sebelumnya, istilah jejak karbon dikenalkan sebagai jejak ekologis (ecological footprint) oleh William Rees (Kanada) dan Mathis Wackernagel (Swiss). Namun, istilah jejak karbon lebih populer daripada jejak ekologis, sebagai cara untuk meningkatkan keterbukaan dan mempromosikan aksi untuk mengurangi emisi GRK. Dengan kuantifikasi jejak karbon, kita bersama-sama dapat bekerjasama untuk mengurangi emisi GRK dan berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan.
Yang termasuk dalam jejak karbon, dapat berasal dari pelepasan GRK secara langsung dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan listrik, dan transportasi. Jejak karbon juga bisa berasal dari pelepasan GRK secara tidak langsung, seperti dari kegiatan produksi dan distribusi produk yang diperlukan manusia.
Antara Jejak Karbon dan Ekonomi Hijau
Istilah “jejak karbon” dan “ekonomi hijau” sangat terkait, karena keduanya berhubungan dengan dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan dan kebutuhan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Apa koneksi antara kedua istilah ini dan bagaimana keduanya dapat membantu kita bertransisi ke masa depan yang lebih berkelanjutan perlu untuk kita fahami.
Jejak karbon mengacu pada jumlah GRK yang dilepaskan ke atmosfer sebagai hasil dari aktivitas manusia, yang memerangkap panas di atmosfer sehingga menyebabkan pemanasan global. Jejak karbon biasanya diukur dalam satuan ton ekuivalen CO2 (tCO2e). Ekonomi hijau adalah ekonomi yang berkelanjutan, rendah karbon, dan efisien sumber daya, yang dirancang untuk meminimalkan kerusakan lingkungan dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Ekonomi hijau ditandai dengan pergeseran dari penggunaan bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan (tenaga surya dan angin), dan melibatkan penggunaan praktik dan teknologi yang berkelanjutan (bangunan yang efisien energi dan sistem transportasi hijau).
Jejak karbon mempunyai keterkaitan yang sangat jelas dengan ekonomi hijau, karena ekonomi hijau bertujuan untuk mengurangi emisi GRK dan memitigasi dampak perubahan iklim. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi jejak karbon. Dengan memahami dan mengukur jejak karbon, setiap individu, bisnis, dan pemerintah dapat mengidentifikasi area di mana mereka dapat mengurangi emisi dan bertransisi ke ekonomi yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon. Ekonomi hijau berpotensi menawarkan banyak manfaat, termasuk mengurangi emisi GRK, meningkatkan kesehatan, dan meningkatkan kesempatan ekonomi. Namun, itu akan memerlukan investasi signifikan dan inovasi, serta komitmen untuk kesetaraan dan keadilan.
Sumber Jejak Karbon
Penyumbang jejak karbon yang signifikan berasal dari aktivitas pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara, untuk energi dan transportasi. Deforestasi dan perubahan tataguna lahan, untuk pertanian, urbanisasi, dan kegiatan lainnya yang menyebabkan hilangnya hutan dan ekosistem merupakan penyumbang utama jejak karbon. Selain itu, penyumbang jejak karbon juga berasal dari produksi dan konsumsi produk yang memerlukan energi dan sumber daya alam. Produksi plastik yang seringkali sekali pakai merupakan sumber jejak karbon yang tidak disadari Masyarakat. Contoh lain, membeli jeruk atau apel impor dari luar negeri juga sumber jejak karbon karena untuk sampai ke konsumen memerlukan sarana transportasi darat, laut, dan udara yang menggunakan bahan bakar fosil. Oleh karena itu, kurangi penggunaan plastik dan produk yang tidak bisa di daur ulang jika kita berbelanja, dan pilihlah buah dan sayur produksi lokal yang tidak perlu transportasi.
Dampak Jejak Karbon
Jejak karbon yang terus meningkat akan berdampak pada perubahan iklim global akibat meningkatnya pelepasan GRK, seperti kenaikan suhu, perubahan pola cuaca, dan kenaikan permukaan laut. Selain itu, peningkatan jejak karbon juga berdampak pada meningkatnya kerusakan lingkungan, seperti terjadinya peningkatan polusi udara dan air. Oleh karena itu, mengurangi jejak karbon penting untuk dilakukan karena dapat memitigasi dampak perubahan iklim, mengurangi kerusakan lingkungan, menghemat sumber daya alam, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi biaya.
Dengan mengurangi jejak karbon masing-masing, secara tidak langsung kita berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi perubahan iklim, meningkatkan kesadaran lingkungan dan mempromosikan perilaku ramah lingkungan, dan meningkatkan inovasi dan pengembangan teknologi rendah karbon.
Cara Mengurangi Jejak Karbon
Praktek-praktek sederhana dalam kehidupan sehari-hari, jika bisa diterapkan akan dapat menurunkan besaran jejak karnon yang kita tinggal. Langkah berikut bisa mengurangi jejak karbon yang kita tinggalkan, antara lain:
- Gunakan energi terbarukan, seperti energi surya, angin, dan hidro agar tidak semuanya tergantung pada bahan bakar fosil.
- Tingkatkan efisiensi energi, seperti efisiensi energi dalam produksi, transportasi, dan konsumsi dengan memanfaatkan teknologi yang lebih efisien.
- Kurangi konsumsi, seperti mengurangi konsumsi produk yang memerlukan energi dan sumber daya alam untuk pengadaannya, dengan mengurangi penggunaan plastik dan membeli produk lokal.
- Gunakan transportasi ramah lingkungan, seperti sepeda, berjalan kaki, atau gunakan kendaraan listrik.
- Hemat air, seperti gunakan air seperlunya, gunakan teknologi penghemat air dan kurangi konsumsi air yang tidak perlu.
- Kurangi limbah, seperti kurangi membeli produk sekali pakai dan lakukan daur ulang untuk mengurangi sampah.
- Gunakan produk ramah lingkungan, seperti produk yang terbuat dari bahan daur ulang atau produk yang dapat didaur ulang.
- Kembangkan teknologi rendah karbon, yang dapat mengurangi emisi GRK dan meningkatkan efisiensi energi.
Kebiasaan di tingkat rumah tangga yang dapat mengurangi jejak karbon di rumah, antara lain:
- Menggunakan lampu LED yang lebih efisien energi daripada lampu tradisional.
- Mengatur suhu AC di level 25-27 C untuk mengurangi konsumsi energi.
- Menghemat air dengan menggunakan teknologi penghemat air dan mengurangi konsumsi air yang tidak perlu.
- Mengurangi penggunaan elektronik yang tidak perlu untuk menghemat energi.
Ingatlah, dengan mengurangi jejak karbon, kita dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Seberapa pun kecilnya usaha menurunkan jejak karbon yang masing-masing individu lakukan, kalau semua orang melakukannya maka dampak positif penurunan jejak karbon akan menjadi nyata.
Menghitung Jejak Karbon Individu
Ingin tahu berapa perkiraan jejak karbon yang kita tinggalkan? Kita bisa menghitungnya berdasarkan informasi tentang rumah tinggal, pola perjalanan dan transportasi, serta pola konsumsi yang dilakukan sehari-hari. Meskipun hasilnya merupakan estimasi, tetapi bisa membantu kita mengidentifikasi kebiasaan yang jejak karbonnya paling besar, dan memberikan masukan apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi jejak karbon. Salah satu cara memperkirakan jejak karbon individu yang sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan platform online di laman Climate Hero (https://carbon-calculator.climatehero.org/?source=climateherome). Laman ini akan menghitung jejak karbon individu ketika seseorang memasukkan data (input) sesuai yang ditanyakan Climate Hero, ia memberikan saran bagaimana agar seseorang bisa menurunkan jejak karbon masing-masing.
Mengetahui berapa jejak karbon dan melakukan usaha untuk menurunkannya berarti kita sudah membantu menurunkan GRK dan berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim. Hal ini sejalan dengan usaha untuk pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goal, SDG), khususnya SDG13 (Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim), SDG12 (Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab), dan SDG7 (Enerji Bersih dan Terjangkau). Menghitung dan menurunkan jejak karbon, jika bisa dilakukan secara massif dan terstruktur oleh semua warga LDII, akan menjadi karya dan kontribusi nyata untuk bumi kita yang hanya satu ini. Ayo, mulai kita hitung jejak karbon kita dan turunkan jumlahnya untuk bumi yang berkelanjutan demi anak dan cucu kita. Salam jejak karbon (carbon footprint) untuk masa depan yang lebih baik.
*) Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc, adalah Ketua DPP LDII yang juga Guru Besar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Prof. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., M.S adalah Ketua Departemen LISDAL DPP LDII yang juga Guru Besar Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.