Di era serba digital, kreativitas tak lagi terbatas pada kuas dan kanvas. Kini, kuas dan kanvas telah berganti. Melalui sentuhan jari pada layar gadget, ide-ide mengalir bebas menciptakan karya seni tak terbayangkan sebelumnya.
SMA Budi Utomo Gadingmangu, lembaga pendidikan formal naungan LDII tersebut tidak ingin ketinggalan kereta di era digital ini. Melalui kompetisi desain grafis berbasis kecerdasan buatan (AI) yang digelar pada Sabtu (8/2) yang lalu. Para siswa membuktikan bahwa teknologi dan nilai-nilai luhur bisa berjalan beriringan.
Kompetisi ini bukan sekedar ajang unjuk kebolehan teknis, melainkan wadah bagi 117 siswa untuk menuangkan ide-ide kreatifnya. Mereka mencoba mengimplementasikan 29 karakter luhur yang selama ini diajarkan di sekolah.
Kepala SMA Budi Utomo Gadingmangu, Heboh Handono Pribadi Luhur, bercerita tentang tujuan acara tersebut. Ia mengungkapkan bahwa sekolah hadir memberikan ruang bagi para siswa untuk berkreasi. Sekolah Budi Utomo Gadingmangu ingin menunjukkan bahwa generasi penerus (generus) LDII memiliki potensi besar untuk menjadi penerus bangsa yang kreatif, inovatif, dan adaptif terhadap tantangan zaman.
Sebelum beradu ide, para peserta telah dibekali dengan workshop intensif mengenai penggunaan AI dalam desain grafis. Hal ini memastikan mereka tidak hanya mengandalkan bakat, tetapi juga memahami bagaimana teknologi dapat menjadi alat yang kuat untuk mengekspresikan gagasan.
Harapannya dengan adanya kompetisi ini, penerapan 29 karakter luhur terasa lebih hidup dan mudah diserap oleh para siswa. Bekal ini juga diharapkan akan menjadi keterampilan berharga yang bisa mereka manfaatkan setelah lulus sekolah.

Grand final yang memuncak dengan terpilihnya 10 finalis dan sang juara, turut dihadiri oleh Ketua DPW LDII Jawa Timur, Moch Amrodji Konawi, didampingi Sekretaris Bambang Raditya Purnomo. Menurut Amrodji, lompatan pendidikan di SMA Budi Utomo Gadingmangu patut diacungi jempol.
Ia optimistis para siswa akan menjadi pemenang di masa depan dengan memegang teguh tiga hal yaitu keterampilan, pengetahuan, dan akhlak. Ia juga menegaskan harapannya agar nilai-nilai keagamaan dan 29 karakter luhur yang diajarkan tidak hanya menjadi slogan, melainkan benar-benar terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetisi ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan di SMA Budi Utomo Gadingmangu tak hanya mengejar penguasaan teknologi, tetapi juga menguatkan karakter dan moral. Mereka menciptakan sebuah simfoni digital di mana setiap pikselnya adalah representasi dari nilai-nilai kebaikan, menunjukkan bahwa masa depan tidak hanya dibangun dengan kecerdasan buatan, tetapi juga dengan hati yang luhur.