Yogyakarta (24/9). SMA Insan Mulia Boarding School (IMBS) Yogyakarta naungan DPW LDII Yogyakarta menghadirkan pekerja Tokutei Ginou asal Jepang, Thohir Ajad Sudrajat. Ia berbagi pengalaman kerja kepada siswa kelas bahasa Jepang pada Jumat (12/9) di Sekolah IMBS, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (IMBS).
Kegiatan ini menjadi bagian pembelajaran bahasa sekaligus pengenalan budaya kerja Jepang. Tokutei Ginou merupakan program pemerintah Jepang, yang memberi kesempatan tenaga kerja asing dengan keterampilan khusus untuk tinggal dan bekerja hingga lima tahun di berbagai sektor industri. Program ini hadir untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di Jepang.
Dalam pertemuan itu, Thohir menceritakan awal perjalanannya ke Jepang sebagai Kenshusei atau peserta magang. Selama tiga tahun ia bekerja di industri perakitan mesin kapal boat. Setelah menuntaskan masa magang, ia melanjutkan ke jalur Tokutei Ginou yang memberinya kesempatan kerja lebih lama dan penghasilan lebih besar.
“Jika menjadi kenshusei, rata-rata tabungan hanya lima juta rupiah per bulan. Saat ini sebagai TG bisa mencapai sepuluh juta,” ujar Thohir.
Di hadapan para siswa, Thohir juga menjelaskan proses keberangkatan ke Jepang. Menurutnya ada dua jalur, yakni jalur IM Japan yang bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI, serta jalur swasta. Prosesnya meliputi pendaftaran, tes fisik, wawancara, tes kesehatan, hingga pembekalan dan pelatihan sebelum berangkat ke Jepang.
Pada sesi tanya jawab, siswa Febrian Angling Kusuma menanyakan bidang pekerjaan yang digeluti. Thohir menjawab saat ini ia bekerja di industri pengolahan makanan yang memproduksi bento, soba, pasta, dan udon. Dengan kemampuan bahasa Jepang setara level N2, ia dapat memilih pekerjaan yang lebih sesuai.
Pertanyaan lain datang dari M. Izza Excel Al Firdaus mengenai biaya hidup di Jepang. Thohir menjelaskan harga kebutuhan pokok meningkat tajam dalam 10 tahun terakhir. “Sekarang harga beras 10 kilogram mencapai 8.500 yen atau sekitar 850 ribu rupiah. Dulu tahun 2015 masih 3.500 yen,” ujarnya.
Ia menambahkan biaya makan di luar juga cukup tinggi. Satu porsi nasi ayam bisa mencapai 1.500 yen atau sekitar 150 ribu rupiah. Untuk menghemat, ia menyarankan pekerja memasak sendiri karena lebih terjamin kehalalannya.
Siswa lain, Arkan Rasyid Aditya, menanyakan soal perpanjangan visa kerja. Menurut Thohir, bagi kenshusei wajib pulang setelah kontrak habis, sedangkan TG dapat memilih pulang atau memperpanjang hingga lima tahun, bahkan 10 tahun.
Selain bekerja, Thohir juga menjelaskan peluang melanjutkan pendidikan di Jepang. Seseorang bisa belajar di sekolah bahasa Jepang (Nihon-go Gakkou) selama satu hingga dua tahun sebelum melanjutkan kuliah sesuai jurusan yang dipilih.
Dalam penjelasannya, Thohir menyebut ada profesi istimewa yang memungkinkan pekerja memperoleh status penduduk tetap di Jepang, yakni kaigo fukushi atau perawat lansia bersertifikasi. Profesi ini sangat dihormati di Jepang karena peranannya dalam mendukung kehidupan lansia sehari-hari.
Menutup sesi berbagi, Thohir mengingatkan siswa untuk terus meningkatkan kemampuan bahasa Jepang. Menurutnya, penguasaan bahasa membuka peluang lebih luas baik untuk bekerja maupun belajar di Jepang. “Kesempatan syiar Islam di Jepang masih terbuka lebar, sehingga pengalaman kerja bisa sejalan dengan cita-cita menjadi mubaligh yang sukses,” pungkasnya.