Semarang (7/11). Hujan deras tak menyurutkan tekad puluhan pemuda LDII untuk memadati Aula Masjid Barokah di Desa Sugihan, Kecamatan Tengaran, Semarang, Jawa Tengah pada Selasa, (21/10/2025). Mereka datang mengikuti Pelatihan Dasar Pambiworo (Pembawa Acara/MC), suatu kegiatan yang digagas PC LDII untuk membina generasi muda agar berilmu, berakhlak, dan berbahasa santun.
Sekitar 20 peserta dari berbagai masjid di bawah naungan LDII se-Kecamatan Tengaran mengikuti kegiatan yang dimulai sejak Magrib dan berakhir pukul 21.00 WIB. Usai salat berjamaah, pengurus LDII Tengaran, Siswo W, membuka kegiatan dengan menekankan pentingnya penguasaan adab berbahasa bagi generasi muda.
“Bahasa itu cerminan kepribadian. Pemuda LDII harus mampu berbicara dengan unggah-ungguh, terutama saat memandu acara pengajian, khaul, atau walimatul ‘ursy,” ujar Siswo dalam sambutannya.
Siswo mengatakan, LDII Tengaran berupaya menjaga warisan budaya sekaligus memperkuat moral generasi muda. Program pambiworo menjadi bagian dari pembinaan berkelanjutan agar para pemuda LDII tumbuh menjadi sosok yang beriman, berilmu, dan berkarakter luhur.
“Kegiatan ini diharapkan melahirkan generasi yang tidak hanya mampu tampil percaya diri di depan publik, tetapi juga menjunjung tinggi nilai adab dan budaya lokal. Sejalan dengan visi LDII dalam membentuk masyarakat profesional religius,” tuturnya.
Pelatihan menghadirkan pemerhati budaya Jawa sekaligus pengajar public speaking tradisional Jawa Tengah, Winarno. Ia mengajak peserta menelusuri sejarah lembaga pendidikan bahasa Jawa, mulai dari Pawiyatan Sang Paworo Punjer Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang berdiri pada 1745, hingga Permadani yang dirintis dalang kondang Ki Narto Sabdo.
Winarno menjelaskan, seorang pambiworo tak hanya harus pandai berbicara, tetapi juga memahami Pranata Adicara (tata acara) dan Pamedar Sabda (kemampuan berbicara dengan wibawa). Keduanya menjadi pondasi penting dalam seni pambiworo yang menuntut kehalusan tutur dan ketegasan sikap.
“Berbicara di depan umum itu bukan soal suara lantang, tapi tentang menjaga kehormatan bahasa dan niat yang tulus,” katanya menutup sesi pelatihan.
Sementara Gatot Sehendro, warga asal Lampung, menilai kegiatan ini memberinya wawasan baru. “Saya bukan orang Jawa, tapi penting belajar unggah-ungguh bahasa daerah. Ini melatih kesopanan dalam berbicara,” ujarnya.
Sedangkan, Sekretaris LDII Sugihan, Vicky Wulandari menyebut gaya penyampaian Winarno membuat peserta mudah memahami makna kesantunan dalam budaya Jawa. “Bahasanya lembut tapi tegas. Cara beliau mengajar membekas,” tuturnya.














