Gorontalo (8/12). Cendekiawan Muslim Nahdlatul Ulama Ahmad Ali silaturahim ke kediaman tokoh agama Gorontalo, KH Burhanuddin Umar. Kunjungannya tersebut untuk meneliti perkembangan keorganisasian Islam di Gorontalo, Senin (1/12).
“Riset yang dilakukan mencakup kajian sejarah Islam, struktur kepengurusan organisasi kemasyarakatan Islam, sejarah berdirinya organisasi Islam di Gorontalo, serta kontribusi ormas Islam terhadap kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat,” papar Ahmad Ali.
Kunjungan tersebut turut didampingi anggota Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah DPP LDII Dwi Pramono, Wakil Ketua DPW LDII Provinsi Gorontalo Baso Desra serta Ketua Biro Hubungan Antar Lembaga Sri Yulianti Mozin.
Dalam perbincangan tersebut, Ahmad Ali dan rombongan berdiskusi mengenai sejarah dan perkembangan Islam di Gorontalo, serta dinamika organisasi Islam di daerah tersebut. “Penyebaran Islam di Gorontalo pada masa awal terjadi melalui jaringan ulama dari Ternate dan Bone yang singgah dan berdakwah di wilayah ini,” ujar KH Burhanuddin Umar.
Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Gorontalo ini menegaskan bahwa inti Islam Gorontalo adalah penyelarasan antara adat dan ajaran Islam, “Di mana adat istiadat tidak bertentangan dengan syariat, bahkan berlandaskan pada Al Quran,” ujarnya.
Ahmad Ali juga menanyakan mengenai julukan Gorontalo sebagai “Serambi Madinah”. Menurut KH Burhanuddin Umar, salah satu versi menyebutkan bahwa julukan tersebut berawal dari upaya masyarakat Gorontalo di masa lalu dalam membangun budaya kebersihan.
“Melalui musyawarah dewan adat dan pemerintahan setempat, nilai kebersihan yang merupakan bagian dari ajaran Islam kemudian dijadikan slogan dan gerakan bersama, hingga menjadi identitas moral masyarakat Gorontalo,” jelas KH Burhanuddin Umar yang juga Ketua FKUB Kota Gorontalo.
Terkait perkembangan organisasi Islam, ia menyampaikan bahwa meski dirinya berlatar belakang dokter, ia terus belajar memahami keislaman dari berbagai aspek. Ia menilai perkembangan organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sangat pesat, terutama dalam bidang pendidikan dan administrasi keagamaan.
Sementara itu, mengenai LDII, ia mengaku belum terlalu mengikuti secara mendalam, namun menekankan pentingnya saling menghormati antarlembaga dakwah. “Selama tujuan dakwah sama, yakni memperjuangkan nilai-nilai Islam, maka perbedaan hendaknya tidak menjadi sumber perpecahan,” ujarnya.
Diskusi berlanjut dalam suasana kekeluargaan dan keakraban. Sebagai bentuk kenang-kenangan, Ahmad Ali menyerahkan bukunya yang berjudul Nilai-Nilai Kebajikan dalam Jamaah LDII kepada KH Burhanuddin Umar.














