Jakarta (27/10). DPP LDII menggelar “Sharing Session Diaspora Cendekiawan LDII 2025 bertajuk “Membangun Jejaring Global, Menguatkan Indonesia” pada Minggu (26/10/2025) secara hybrid. Kegiatan ini menjadi ajang silaturahim dan temu akrab antara warga, serta generasi muda LDII di tanah air dengan diaspora LDII yang kini menetap di berbagai negara.
Sekretaris Umum DPP LDII Dody Taufiq Wijaya mengungkapkan, hidup sebagai diaspora bukan hal mudah. Banyak persiapan yang harus dilakukan, terutama kemampuan bahasa Inggris.
“Generasi muda LDII yang ingin melanjutkan studi atau bekerja di luar negeri perlu dilatih bahasa Inggris sejak dini, sebab itu menjadi bekal utama. Bahkan mereka yang nilai IELTS-nya tinggi pun tetap perlu membiasakan diri dengan praktik komunikasi,” ujarnya.
Ia menambahkan selain kemampuan akademik, warga dan generus LDII juga perlu menyiapkan mental dan spiritual yang kuat. “Hidup di luar negeri mengajarkan kemandirian, kedisiplinan, serta kemampuan mencari solusi sendiri. Tapi yang paling penting, jangan melupakan ibadah. Carilah negara atau lingkungan yang memudahkan kita dalam beribadah,” imbuh Dody.
Dody juga mengungkapkan, ada banyak peluang yang bisa ditempuh untuk menjadi diaspora. “Sebagai contoh ada Visa Working Holiday (WHV) di Australia yang cocok digunakan untuk pengalaman dan jejaring internasional sementara, meski biasanya ditempatkan di kota-kota kecil,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Dody menjelaskan adapun kehidupan khususnya umat muslim, masih mudah menjumpai perusahaan yang memberikan kemudahan serta fasilitas kepada para pekerja yang beragama muslim.
“Kalau di Australia itu, intinya komunikasi dua arah sangat penting, baik di lingkungan kerja maupun masyarakat sekitar, sehingga kita dipermudah dalam hal apapun, seperti mendapat izin waktu salat Jumat bagi kaum laki-laki,” katanya.
Peluang dan tantangan kehidupan menjadi diaspora juga dirasakan oleh peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia Dicky Budiman. Ia mengungkapkan pentingnya generasi muda LDII berperan aktif di kancah global dengan menjaga nilai-nilai moral dan karakter.
“Waktu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saya terlibat dalam pembangunan masjid di Gaza, Palestina. Alhamdulillah, ketercapaian itu semua karena pertolongan Allah SWT. Jadi jika kita melakukan sesuatu dengan niat ikhlas insya Allah pertolongan itu pasti ada.” ujarnya.
Bahkan Dicky juga mengatakan, program 29 karakter luhur yang diusung oleh LDII menjadi solusi bagi warga atau generasi muda LDII yang berkeinginan menjadi diaspora. Menurutnya, tantangan yang paling yang terlihat jelas itu moral.
“Sehingga diharapkan agar selalu istiqamah, berpegang pada nilai-nilai kebenaran, serta mampu memberi pengaruh positif di lingkungan manapun. Dengan menjunjung kejujuran, integritas, dan karakter luhur, dapat menjaga nama baik bangsa dan menjadi teladan bagi masyarakat global,” tambah Dicky yang juga epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith, Australia.

Acara ini juga menghadirkan Administrative and Technical Staff di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, Bustanul Rifai Hamzah. Ia berbagi pengalaman dan memotivasi, khususnya terhadap generasi muda LDII untuk memperluas wawasan serta menembus peluang global.
Ia juga mengatakan Inggris termasuk negara yang ramah serta mendukung umat beragama, sehingga banyak pihak yang membangun komunitas. Salah satunya melalui wadah Indonesian Moslems Association of Da’wah (IMAD). Komunitas ini menjadi pusat kegiatan dakwah dan pembinaan spiritual bagi umat muslim di Inggris.
“Sewaktu saya menjadi santri, selalu dinasihati untuk “Dadio Gurune Jagad”. Karena itu, saya kuliah sambil berdakwah hingga ke Inggris, dan Alhamdulillah banyak kemudahan yang saya temukan. Untuk itu generus tidak perlu khawatir, apalagi jika ada generasi penerus (Generus) lulusan Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) yang hendak lanjut ke UK, semua sudah difasilitasi,” ungkap Rifai.
Lebih lanjut, Rifai memberikan strategi untuk menjadi warga Inggris, melalui Graduate Visa memungkinkan lulusan internasional untuk tinggal dan bekerja di Inggris, selama dua tahun setelah menyelesaikan studi.
“Tidak hanya mendapat pengalaman kerja di Inggris, tetapi juga sebagai jembatan untuk beralih ke Skilled Worker Visa atau jika sudah lima tahun bekerja di Inggris, bisa mengajukan Permanent Residency. Kesempatan ini besar jika dimanfaatkan secara maksimal,” tambahnya.
Acara sharing Session dari para diaspora LDII yang berada di luar Indonesia menunjukkan bahwa dengan persiapan akademik, penguasaan bahasa, penguatan karakter, dan keteguhan spiritual menjadi bekal utama untuk bisa bersaing. Khususnya generasi muda LDII tidak hanya dapat menembus peluang global, tetapi juga mampu memberikan dampak positif bagi bangsa, umat, dan negara serta menjadi teladan yang menginspirasi. (Eva).














