Oleh: Thonang Effendi*)
Pagi yang dingin, saat matahari masih di bawah ufuk timur, lima belas menit sebelum adzan subuh dikumandangkan dua kakak beradik yang masih duduk di bangku SD sudah bangun tidur. “Dik, ayo segera persiapan ke masjid,” ajak sang kakak. “Iya Kak, Papa, Mama juga sudah menunggu,” jawab adik.
Mereka memulai rutinitas pagi, ke kamar mandi dan persiapan salat subuh berjamaah di masjid bersama kedua orangtua serta dua kakaknya yang sudah kuliah. Di masjid mereka bertemu dengan jamaah salat subuh. Mereka uluk salam, menyapa dan berjabat tangan kepada orang dewasa dengan mencium tangannya.
Setelah salat subuh satu keluarga olahraga pagi bersama. “Ayo, anak-anak kita jalan pagi, menikmati udara pagi yang sejuk,” ajak Ayah. “Oke, Papa, kita nikmati pagi ini,” Jawab mereka serempak dengan semangat. “Alhamdulillah, pagi yang indah, lihat Kak, matahari mulai bersinar,” kata adik. Sang kakak menjawab, “Iya Dik, Alhamdulillah, sinar matahari yang menyehatkan”.
Mereka jogging di sekitar rumah. Selesai olahraga, anggota keluarga melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Ayah persiapan masuk kerja, kakak persiapan masuk kuliah, adik-adik yang SD persiapan masuk sekolah dan ibu mempersiapkan sarapan sehat dan bergizi untuk keluarga.
Malam sebelumnya dua kakak beradik yang masih duduk di bangku SD tersebut sudah mengerjakan PR, belajar materi pelajaran besok, mempersiapkan buku, seragam dan sepatu sekolahnya. Setelah itu mereka bersih-bersih dan gosok gigi. Kemudian mereka tidur. Seperti biasa mereka tidur pukul sembilan malam dan bangun pukul setengah lima pagi.
Dari peristiwa sederhana itu, kita menyaksikan bagaimana tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat bisa dilaksanakan dan konsisten dalam keseharian di rumah. Bahwa tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat bukan sekadar lirik yang dinyanyikan dalam kelas, tapi gema nilai yang menuntun laku setiap hari, dalam kebiasaan sehari-hari dalam keluarga di rumah.
Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat adalah inisiatif dari Kemendikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah) untuk membentuk generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter melalui tujuh kebiasaan utama. Kebiasaan tersebut meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat.
Gerakan ini bertujuan untuk membangun generasi penerus bangsa yang tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter kuat, bertanggung jawab sosial, dan peduli terhadap lingkungan. Namun, sebaik apa pun kebijakan, keluarga tetap menjadi medan latihan pertama dan utama. Di sinilah kebiasaan itu diperkenalkan, dicontohkan, dan diulang hingga menjadi karakter.
Anak-anak meniru dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Ketika orang tua dan saudara yang lebih tua membiasakan diri bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat, anak akan belajar disiplin dan menghargai usaha untuk konsisten melakukan sesuatu hingga menjadi kebiasaan.
Keluarga perlu memberikan dukungan dan bimbingan dalam menerapkan tujuh kebiasaan tersebut dengan membantu anak mempersiapkan sarapan sehat dan bergizi, mengajak berolahraga, mengkondisikan beribadah dengan tertib, dan menyediakan waktu untuk belajar. Keluarga menciptakan lingkungan rumah yang harmonis dan kondusif untuk pengembangan kebiasaan positif dengan menyediakan buku-buku yang menarik, menciptakan suasana belajar yang nyaman, dan memfasilitasi kegiatan sosial di lingkungan sekitar.
Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak sangat penting untuk menciptakan hubungan yang kuat dan mendukung pertumbuhan karakter anak. Peran ayah dan Ibu sama pentingnya dalam mendukung rutinitas dan pembentukan kebiasaan positif pada anak. Pendekatan yang ramah anak dan tidak memaksa, namun penuh kasih sayang dan penerimaan, akan membantu anak lebih mudah menerima nilai-nilai kebaikan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat ini selaras dengan program pembinaan anak yang dikembangkan LDII yaitu anak yang memiliki 29 karakter luhur yang salah satu pilarnya tri sukses; akhlakul karimah, alim-fakhih dan mandiri. Sejak usia dini anak sudah dibina untuk memiliki karakter luhur dan mampu mempraktikkannya baik di rumah, sekolah, masjid dan di tengah-tengah masyarakat.
Tentu, di tengah tantangan zaman yang serba cepat dan digital, mendidik anak bukan perkara mudah. Namun, kuncinya tetap ada pada kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten. Tantangan hari ini adalah bagaimana keluarga menciptakan suasana agar tujuh kebiasaan dan 29 karakter luhur bisa dijalani anak dengan riang—seperti ia bermain permainan favoritnya. Tanpa paksaan dengan penuh kesadaran dan mengetahui dengan pasti apa yang mereka kerjakan.
Akhirnya, kita perlu merenung: sudahkah keluarga kita menjadi taman tempat tujuh kebiasaan dan 29 karakter luhur itu tumbuh dan berbunga? Sudahkah rumah kita menjadi ruang yang aman, hangat, dan menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar menjadi hebat, tidak hanya di atas kertas, tetapi juga dalam kehidupan nyata?
Jika belum, mungkin kita bisa mulai dari hari ini—dengan satu kebiasaan baik, satu percakapan hangat, dan satu contoh nyata. Karena karakter yang besar selalu dimulai dari kebiasaan kecil yang dilakukan bersama, setiap hari, di dalam rumah kita sendiri.
*Penulis:
Thonang Effendi
Ketua Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII
Wakil Ketua DPW LDII Provinsi DKI Jakarta