Jombang (1/7). Mengeluh adalah bagian tak terpisahkan dari sifat dasar manusia. Dalam berbagai situasi, entah saat dilanda musibah atau bahkan ketika sedang menikmati nikmat, manusia kerap terjebak dalam sikap tidak puas.
“Al-Quran sudah sangat jelas menyebutkan, manusia itu memang diciptakan dalam kondisi gelisah. Saat tertimpa kesulitan, kita mudah sekali mengeluh,” ujar Ust.Ryan Tirmidzi, salah satu guru Pondok Pesantren Gadingmangu, Jombang, Jawa Timur, dalam program Oase Hikmah yang telah diupload di LDII TV pada Selasa (27/5/2025).
Ust.Ryan mengutip sejumlah ayat Alquran yang menggambarkan kecenderungan manusia untuk mengeluh saat diuji, dan ironisnya, justru cenderung menahan diri dari berbuat kebaikan saat hidup dilimpahi kenyamanan. “Manusia itu sering lupa. Begitu dapat nikmat, dia merasa itu hasil usahanya sendiri. Padahal, semua datang dari Allah,” jelas dia.
Namun demikian, ada pengecualian yang disinggung dalam Alquran: kelompok orang yang menjaga salatnya. Menurut Ryan, salat bukan sekadar kewajiban, tapi juga latihan spiritual untuk membangun rasa syukur dan ketenangan batin. “Orang yang konsisten menjaga salatnya, dia akan lebih paham cara bersyukur. Dia sadar, setiap nikmat atau musibah itu ada maksud dari Allah,” tutur dia.
Sebagai contoh, ia menyinggung kisah Nabi Ayub yang terkenal dengan ketabahannya. Nabi Ayub tetap teguh bersyukur meskipun diuji dengan kehilangan, penyakit, dan penderitaan berkepanjangan. “Bayangkan, Nabi Ayub kehilangan segalanya, tapi justru semakin giat ibadahnya. Dia sadar, musibah itu bukan hukuman, tapi jalan untuk semakin dekat kepada Allah,” ujar dia.
Ust. Ryan pun mengajak umat untuk mulai memupuk karakter bersyukur, sekecil apa pun nikmat yang diterima. Sebab, menurut dia, rasa syukur punya dampak besar, bukan hanya secara spiritual, tapi juga untuk kesejahteraan pribadi. “Kalau kita biasa melatih diri bersyukur, hidup jadi lebih tenang. Masalah tetap ada, tapi hati kita lebih kuat menghadapinya,” pungkasnya.