Jakarta (17/5). Kecerdasan Buatan atau AI (Artificial Intelligence) bukan lagi sekadar istilah dalam film fiksi ilmiah. Teknologi ini mulai masuk ke berbagai aspek kehidupan manusia, ini yang sampaikan oleh Guru Besar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Suprapto saat di hubungi tim Lines.
“Berdasarkan definisi, AI merupakan sebuah bidang ilmu komputer yang luas bertujuan untuk membuat mesin yang bisa menjalankan tugas-tugas yang secara tipikal akan membutuhkan kecerdasan atau intelligence manusia,” jelas Suprapto mengenai teori AI.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan ragam pekerjaan yang dimaksud meliputi penyelesaian masalah (problem solving), pemahaman bahasa natural (understanding natural language), pengenalan pola-pola (recognizing patterns), dan pengambilan keputusan (making decisions).
“Kata kunci yang penting dalam definisi AI adalah mesin dan kecerdasan manusia. Dengan kata lain, produk dari AI adalah mesin-mesin yang dilengkapi dengan kemampuan kognitif manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang lazimnya dilakukan oleh manusia,” ungkapnya.
Dosen Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika UGM tersebut menjelaskan, masalah yang dihadapi sekarang adalah bagaimana melengkapi mesin dengan kecerdasan manusia. Mencari cara mengembangkan algoritma, metode, atau teknologi pembelajaran dari sebuah mesin.
“Penelitian dan pengembangan juga dilakukan terhadap mesin. Oleh karena itu, dalam perkembangannya terjadi pengkhususan-pengkhususan berdasarkan target-target yang akan dicapai. Seperti misalnya, pengkhususan pertama adalah ML atau Machine Learning yaitu bagian dari AI yang memfokuskan pada algoritma yang memungkinkan komputer untuk belajar serta membuat keputusan atau keputusan berdasarkan pada data,” jelasnya.
Suprapto mejelaskan, mesin menggunakan data untuk belajar bagaimana menjalankan tugas bukan membuat program untuk melaksanakan sebuah tugas. Pengkhususan selanjutnya dari ML adalah DL (deep learning), merupakan bagian dari ML yang menggunakan jaringan-jari syaraf (neural networks) dengan banyak lapisan (layers) sehingga disebut “deep” untuk menganalisa bermacam-macam faktor data.
“Sebuah manfaat yang signifikan dari DL adalah kemampuannya untuk memproses jumlah yang sangat besar data yang tidak terstruktur. Selanjutnya dari DL dengan mengkhususkan domain pemrosesan Natural Language Processing disingkat NLP atau bahasa natural memperkenalkan Transformer sebagai tipe model DL,” lanjutnya.
Suprapto yang juga Guru Besar Bidang Ilmu Metode Formal tersebut menjelaskan bahwa, inovasi kunci dari Transformer adalah mekanisme atensi (attention mechanism) yang memungkinkan model berfokus pada bagian-bagian yang berbeda dari data masukan secara berbeda, persis seperti cara manusia memberi perhatian kepada bagian-bagian khusus dari sebuah kalimat ketika memahaminya.
“Dengan melihat perkembangan teknologi AI yang sudah dilakukan oleh para peneliti selalu ada usaha penyempurnaan algoritma pembelajaran bersamaan dengan pemfokusan pada domain masalah dan task atau pekerjaan. Sehingga kedepan peran AI dalam perkembangan ilmu komputer sangat esensial dan challenging,” ungkapnya.
Menurutnya pengetahuannya sampai saat ini, cara mesin belajar masih mendapatkan supply data dari manusia artinya dalam proses pengembangan model ML, manusia masih perlu menyiapkan dataset (kumpulan data dalam jumlah yang besar, bahkan sangat besar), arsitektur model, serta algoritma pembelajarannya dan kemudian dilakukan training (pelatihan).
“Selama proses training mesin akan belajar mendapatkan pengetahuan dari data, sehingga semakin besar dan banyaknya data yang digunakan untuk training semakin banyak pengetahuan yang bisa diambil oleh mesin dan tersimpan dalam bentuk sebuah model untuk pekerjaan tertentu, seperti klasifikasi, rekognisi, deteksi, prediksi, estimasi, dan lainnya,” jelasnya.
Akhir perbincangan, Suprapto berharap suatu saat mesin yang sudah dilatih memiliki pengetahuan yang bisa meningkatkan kepintarannya dengan melatih dirinya (self-learning) dari data yang diperoleh sendiri, seperti mesin (robot) yang dilengkapi dengan sejumlah sensor termasuk kamera.
“Menurut saya kita tidak mungkin menghindar dari perkembangan AI yang sangat cepat dalam rangka memperluas aspek permasalahan yang akan diselesaikan dengan cara yang efisien tanpa ‘intervensi manusia’. Terlepas dari keunggulan-keunggulan tadi, sepengetahuan saya mesin belum bisa dilengkapi dengan aspek-aspek moral, etika, rasa dan kebijaksanaan,” tutupnya. (Nabil)