Kutai Timur (16/9). Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) menggelar diseminasi manajemen konflik bagi aparatur pemerintah. Kegiatan tersebut dilangsungkan pada Kamis (11/9), di Hotel Victoria, Sangatta Utara, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Kegiatan itu diikuti lebih dari 100 aparatur pemerintah, termasuk jajaran Kesbangpol Provinsi Kaltim, Kesbangpol Kutim, Polres Kutim, Forum Koordinasi Pencegahan Konflik (FKDM), dan unsur kecamatan. Acara itu bertujuan meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah dalam mencegah, mengelola, dan menyelesaikan konflik sosial di tengah dinamika masyarakat Kaltim yang semakin kompleks.
Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Kutim, Tejo Yuwono menekankan, kemampuan manajemen konflik menjadi modal utama menjaga pembangunan tetap berjalan harmonis dan berkelanjutan. “Dinamika pembangunan dan pelayanan publik di Kalimantan Timur memiliki tantangan dan potensi gesekan. Karena itu, aparatur pemerintah harus mampu mengelola konflik sejak dini agar tidak meluas dan mengganggu stabilitas daerah,” ujar Tejo.
Ia menambahkan, kegiatan itu selaras dengan visi Kaltim untuk menjadi provinsi harmonis, maju, dan berdaya saing, serta sejalan dengan regulasi nasional, seperti Permendagri No. 42/2015 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Permendagri No. 46/2019 tentang Kewaspadaan Dini.
Selain itu, narasumber lain, Ketua FKDM Kutai Timur Khoirul Arifin yang juga pengurus LDII Kutim mengatakan, menangani konflik dimulai dari melihat perbedaan sebagai kekuatan bukan ancaman. “Jadikan perbedaan sebagai rahmat, dan semangat gotong royong sebagai dasar membangun Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera,” ungkapnya.

Sementara itu, Wildan Taufik, moderator sekaligus mewakili DPW LDII Kaltim mengatakan, pendekatan partisipatif dan koordinasi lintas sektor dalam menangani konflik sosial adalah hal penting. “Manajemen konflik bukan hanya soal teori, tapi soal keberanian aparatur untuk bersinergi dengan masyarakat, aparat keamanan, dan tokoh lokal agar konflik bisa dicegah sebelum terjadi,” kata dia.
Salah satunya, diskusi interaktif yang membuka ruang bagi peserta untuk menggali strategi nyata dalam pencegahan, deteksi dini, serta penyelesaian konflik dengan solusi yang diterima semua pihak.
Melalui kegiatan diseminasi ini, pemerintah berharap para peserta dapat meningkatkan kewaspadaan dini, mengasah keterampilan advokasi kebijakan, serta memperkuat koordinasi lintas sektor. Tejo juga menegaskan, aparatur akan mampu identifikasi dan menangani serta memberi solusi dengan baik jika memahami.
Karena itu, kegiatan tersebut tak hanya seminar, namun menjadi ruang edukasi dan penguatan peran aparatur di Kaltim. “Aparatur diharapkan mampu menjadi garda terdepan menjaga ketertiban sosial di era demokrasi. Semua demi terciptanya pembangunan daerah yang stabil, harmonis, dan berkelanjutan,” kata dia.