Oleh Thonang Effendi*)
Peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi 79 tahun lalu, tepatnya pada 23-24 Maret 1946, menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Saat itu, Tentara Republik Indonesia (TRI) bersama rakyat Kota Bandung sengaja membakar kota mereka sendiri agar Sekutu tidak dapat menggunakannya sebagai markas strategis militer. Pada tengah malam, Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI, sementara kobaran api melahap bangunan, menghitamkan langit dengan asap tebal, serta memadamkan listrik hingga kota berubah menjadi lautan api.
Perasaan haru biru, kesedihan, dan semangat perjuangan bercampur menjadi satu. Masyarakat Bandung rela membakar rumah dan meninggalkan tempat tinggalnya demi menjaga kemerdekaan yang baru diraih. Mereka tidak rela tanah air yang mereka cintai kembali jatuh ke tangan Belanda melalui NICA yang membonceng tentara Sekutu. Rasa cinta tanah air inilah yang melatari keputusan mereka melakukan pembumihangusan Bandung.
Bagi umat Islam, cinta tanah air memang merupakan bagian dari iman, dan cinta selalu membutuhkan pengorbanan. Berkorban berarti menyerahkan sesuatu yang berharga demi sesuatu yang lebih besar. Sebagaimana prinsip yang dicetuskan oleh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947), “Hubbul wathan minal iman” (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Ungkapan ini membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia dalam mengusir penjajah.
Dampak dan Ketabahan Masyarakat Bandung
Setelah peristiwa Bandung Lautan Api, Kota Bandung mengalami kehancuran besar. Rumah dan bangunan hancur, infrastruktur lumpuh, dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Masyarakat harus mengungsi ke daerah yang lebih aman, memulai kembali kehidupan dari nol. Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam dalam sejarah Indonesia.
Namun, masyarakat Bandung menghadapi kondisi tersebut dengan tabah dan ikhlas. Mereka merelakan segala yang telah mereka bangun dengan jerih payah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mereka sadar bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari qodar Allah, Sang Maha Pengatur kehidupan.
Mereka juga sabar dalam menjalani kehidupan pasca-peristiwa tersebut. Kesabaran membutuhkan ketekunan dan keuletan. Dengan keyakinan serta husnudzon billah, mereka percaya bahwa perjuangan dan pengorbanan mereka akan berbuah keberhasilan di masa depan.
Tak lupa, masyarakat Bandung tetap bersyukur di tengah penderitaan. Mereka menyadari bahwa di balik musibah yang mereka alami, masih banyak nikmat Allah yang tidak dapat dihitung satu per satu. Salah satunya adalah nikmat masih diberikan kehidupan dan kesehatan, sehingga mereka masih memiliki kesempatan untuk berjuang mempertahankan dan mengisi kemerdekaan demi kesejahteraan bersama. “Alhamdulillah ‘ala kulli hal”, segala puji bagi Allah atas setiap keadaan.
Hikmah dari Bandung Lautan Api
Peristiwa Bandung Lautan Api memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa dalam setiap kejadian ada qodar Allah yang harus kita sikapi dengan baik. Hal ini selaras dengan karakter “Empat Maqoodirulloh”, salah satu komponen dari 29 karakter luhur yang dikembangkan dalam LDII. Allah telah menetapkan segala sesuatu dalam kehidupan ini, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Qamar: 49, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu dengan qodar.”
Setiap manusia pasti akan mengalami nikmat, musibah, cobaan, dan kesalahan dalam hidupnya. Sebagai hamba Allah, kita harus bisa menerima qodar ini dengan sikap yang benar. Empat Maqoodirulloh mengajarkan bahwa:
- Kita wajib bersyukur ketika mendapatkan nikmat.
- Kita wajib istirja’ (mengembalikan semua kepada Allah) ketika mengalami musibah.
- Kita wajib bersabar ketika menghadapi cobaan dan penganiayaan.
- Kita wajib bertaubat ketika melakukan kesalahan.
Pengorbanan dan Masa Depan yang Lebih Baik
Dalam setiap peristiwa besar, selalu ada hikmah yang bisa kita ambil. Seperti halnya masyarakat Bandung yang rela berkorban demi kemerdekaan, kita juga harus siap berkorban untuk masa depan yang lebih baik. Ketika cinta, keikhlasan, kesabaran, dan rasa syukur berpadu dengan husnudzon billah, maka keyakinan akan pertolongan Allah menjadi sebuah keniscayaan.
Dari peristiwa Bandung Lautan Api, kita belajar bahwa perjuangan yang tulus tidak pernah sia-sia. Dengan semangat pengorbanan yang didasarkan pada keimanan, hidup akan lebih bermakna.
*Thonang Effendi adalah Ketua Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII