Gunungkidul (9/8). DPD LDII Kabupaten Gunungkidul mengadakan pertemuan dengan para dai muda di ruang musyawarah kompleks Masjid Al Husna, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Sabtu (26/7/2025). Pertemuan ini bertujuan menguatkan sinergi dalam strategi pembinaan generasi muda, agar lebih terarah dan sesuai dengan tantangan zaman.
Pengurus LDII Kabupaten Gunungkidul, Teguh Riyanto, mengajak para dai muda bersungguh-sungguh dalam mendampingi anak-anak dan remaja. Ia menyampaikan bahwa pembinaan butuh ketekunan dan keteladanan. “Tugas ini bukan sekadar memberi nasihat, tetapi juga mengarahkan generasi muda agar sukses secara lahir dan batin,” ujarnya.
Tiga dai muda, yaitu Edi Sumarwan, Vito, dan Rudi Hermawan, menyampaikan materi secara bergantian. Mereka mengangkat dalil-dalil dari Al Quran dan Hadits, dengan pendekatan komunikatif dan relevan dengan kondisi generasi saat ini.
Edi Sumarwan membuka sesi dengan menekankan pentingnya membangun fondasi keimanan sejak dini. Ia menyoroti peran nilai tauhid dan akhlakul karimah sebagai pilar utama dalam proses pembinaan anak dan remaja.
“Kalau pondasi iman sudah tertanam kuat, maka anak-anak kita akan punya arah hidup yang jelas dan tidak mudah goyah oleh arus zaman. Akhlak itu bukan sekadar sopan santun, tapi cerminan dari pemahaman tauhid yang benar. Jadi keduanya tidak bisa dipisahkan,” jelas Edi.
Ia juga menekankan bahwa proses ini harus dimulai dari rumah, dengan contoh nyata dari orang tua, dan diperkuat oleh lingkungan yang positif.
Sesi berikutnya diisi oleh Vito, yang membawakan materi tentang metode dakwah yang lebih empatik dan membumi. Ia menegaskan pentingnya pendekatan yang sesuai dengan psikologis anak dan remaja dalam berdakwah.
“Dai itu jangan hanya sibuk mengutip dalil dan memberi nasihat, tapi juga harus mampu membangun kedekatan emosional. Anak-anak zaman sekarang itu butuh didengar, bukan cuma diceramahi. Kita harus jadi pendengar yang baik sebelum jadi penyampai yang didengar,” ucap Vito.
Sesi terakhir ditutup oleh Rudi Hermawan, yang membahas tantangan besar yang dihadapi generasi muda, seperti gangguan dari teknologi, budaya populer, serta krisis identitas dan nilai. Menurut Rudi, kehadiran dai dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat penting.
“Sekarang ini, anak muda lebih banyak mendengarkan influencer ketimbang ustaz. Maka kita, para dai, harus menjadi figur yang hadir, dekat, dan relevan. Jangan cuma tampil di mimbar, tapi juga hadir di ruang-ruang digital mereka, menjadi tempat bertanya, bukan sekadar penyampai pesan satu arah,” tegas Rudi.