Oleh: Dewan Penasehat DPD LDII Kota Balikpapan Budi Muhaeni
Seringkali, kita terkesima oleh konsep-konsep manajemen modern yang lahir dari belahan dunia Barat, seolah-olah itu satu-satunya sumber inovasi dalam efisiensi dan perbaikan. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak untuk merenung, apakah ada kearifan serupa yang telah lama bersemi di tanah kita sendiri, bahkan sebelum gelombang globalisasi membawa istilah-istilah asing itu? Kisah tentang siklus PDCA (Plan Do Check Action). Sementara di tanah air, LDII mengembangkan ARKK (Acara, Rencana, Kerja, Kontrol), yang membuka mata kita terhadap manajemen terapan yang lebih dalam.
Manajemen ala LDII ini merupakan formulasi kerja yang memiliki kemiripan filosofis yang mencengangkan dan telah diterapkan sejak tahun 1972. Ormas Islam ini telah memperkenalkan dan menginternalisasi sebuah konsep kerja yang disebut ARKK.
Konsep ARKK ini secara fundamental merefleksikan prinsip-prinsip inti yang sama dengan PDCA, sekaligus menunjukkan bahwa kearifan dalam mengelola dan merealisasikan
gagasan menjadi kenyataan, telah menjadi bagian integral dari budaya kerja LDII:
- A (Acara): Ini adalah fase awal suatu gagasan itu mulai disentuh, yaitu
“Diacarakan”, di LDII biasanya tahap ini dimaknai dengan “dimusyawarahkan”. Ini tentang “apa” dan “mengapa” harus dilakukan. - R (Rencana): Berlanjut dari “Acara”, ini adalah “Plan” (Rencanakan) dalam
PDCA, tahap lebih detil, di mana strategi, metode, dan langkah-langkah konkret disusun untuk mengubah “Acara” menjadi kenyataan. Ini adalah “bagaimana”, “siapa, mengerjakan apa”, dan “kapan” akan dilakukan. - K (Kerja): Ini adalah tahap “Do”
(Lakukan) dalam PDCA, di mana seluruh rencana diimplementasikan. Ide-ide dan strategi yang telah dirancang diwujudkan dalam
aksi nyata. - K (Kontrol/Evaluasi): Tahap ini paralel dengan “Check” (Periksa) dan “Action” (Tindak Lanjut) dalam PDCA. Ini adalah proses evaluasi dan monitoring untuk memastikan bahwa pekerjaan berjalan sesuai rencana, mencapai target, dan jika ada penyimpangan, segera dilakukan koreksi atau perbaikan. Tujuannya adalah agar setiap proses kerja berjalan dengan baik, lancar, dan efisien, serta menjadi dasar untuk perencanaan selanjutnya.
Konsep ARKK dalam LDII, seperti halnya PDCA, menunjukkan pemahaman mendalam tentang siklus manajemen dan perbaikan berkelanjutan. Ini adalah bukti nyata bahwa kearifan dalam mengelola dan merealisasikan gagasan menjadi kenyataan, bahkan dengan proses evaluasi yang ketat untuk mencapai kelancaran dan kebaikan, telah lama berakar dan dipraktikkan secara sistematis di lingkungan LDII.
Dalam kancah manajemen kualitas dan perbaikan berkelanjutan, siklus PDCA memang telah lama menjadi pondasi yang kokoh dan diakui secara global. Sebuah alat yang kita kenal mampu mengubah visi menjadi kenyataan dan memacu peningkatan tiada henti.

Namun siapa sangka, embrio dari siklus ini telah ada jauh sebelum namanya populer di kancah industri global. Konsep PDCA sendiri, pada hakikatnya, pertama kali dirumuskan dan dikembangkan oleh seorang pemikir brilian di bidang fisika, rekayasa, dan statistika asal Amerika, Walter A. Shewhart, pada era 1920-an. Lahir dari kebutuhan terhadap kontrol proses statistik di sektor manufaktur, ia adalah pelopor yang meletakkan dasar pemikiran sistematis ini. Meski demikian, siklus ini baru benar-benar mengudara dan menjadi alat manajemen yang sangat berpengaruh setelah dipopulerkan secara gencar oleh guru manajemen legendaris, W. Edwards Deming, sekitar tahun 1950-an. Deming, yang dengan rendah hati sering menyebutnya sebagai “Siklus Shewhart” atau “Roda Deming,” membawa gagasan ini ke puncak popularitasnya, khususnya di industri Jepang, dan secara historis berkontribusi besar pada kebangkitan ekonomi mereka pasca Perang Dunia II. Sebuah konsep yang lahir dari laboratorium penelitian hingga menjadi kekuatan transformatif global.
Melalui pendekatan ARKK, LDII secara efektif mengubah gagasan menjadi kenyataan, memastikan setiap langkah terukur, dan secara kontinu berproses menuju kebaikan dan kelancaran. Ini mengingatkan kita pada sebuah adagium dalam khazanah Jawa: “Nggayuh marang kasampurnan” — sebuah upaya tak berkesudahan untuk meraih kesempurnaan. Sama seperti continuous improvement yang digaungkan dunia modern, ARKK adalah manifestasi nyata dari semangat untuk terus meningkatkan diri dan kualitas amal. Sebuah siklus tiada henti yang mengajak kita untuk merenung, bertindak, mengevaluasi, dan terus bergerak maju demi kebaikan yang lebih besar.