PALING UPDATE
Nuansa Persada
No Result
View All Result
Nuansa Persada
No Result
View All Result
Home Nasehat

Melampaui Sebab-Akibat

in Nasehat
390
0
Melampaui Sebab-Akibat

Ilustrasi: Pinterest.

548
SHARES
2.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan

(Sebuah Ziarah Batin Menuju Keimanan)

Sampai usia lebih dari setengah abad, tak terhitung jejak langkah yang telah ditempuh, tak terbilang pula pertanyaan yang bergulir dalam benak. Namun tetap saja, diri ini seperti terbelenggu oleh jerat bernama logika. Entah dari mana ia datang—apakah dari sistem pendidikan yang terlalu menjunjung penjelasan? Atau dari lingkungan yang menuntut segalanya masuk akal? Yang pasti, logika telah menjadi benteng sekaligus penjara. Semua hal harus bisa dijelaskan dengan kata. Harus bisa dicerna dalam kepala. Harus diterima oleh nalar. Bahkan jika butuh waktu bertahun-tahun pun tak apa, asal sebuah jawaban yang bisa memuaskan ditemukan. Sampai hati berkata: “Ini yang aku cari.” Plong…!

Namun, semakin banyak uban merambat di kepala, yang semestinya menandakan kebeningan jiwa dan kejernihan pandang, justru membawa serta arus nestapa. Menjelaskan bahwa jiwa belum sepenuhnya merdeka. Belum lepas dari candu logika, dari serpihan-serpihan sebab-akibat yang terus menjerat. Masih mengartikan nikmat sebagai akibat dari usaha, dan musibah sebagai akibat dari kelalaian atau dosa. Masih menimbang hidup dengan timbangan kausalitas, bukan ketundukan. Mungkin ini pengaruh zaman. Atau salah kelola batin? Tapi yang lebih menggetarkan: di mana letak keimanan itu? Apakah masih bersarang di hati ini, atau hanya menjadi slogan di bibir dan status sosial di masyarakat? Belum sepenuhnya memahami dan larut dalam indahnya Kalam Ilahi berikut ini:

مَا يَفۡعَلُ اللّٰهُ بِعَذَابِكُمۡ اِنۡ شَكَرۡتُمۡ وَاٰمَنۡتُمۡ ؕ وَكَانَ اللّٰهُ شَاكِرًا عَلِيۡمًا‏

“Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nisa:147)

Hingga di suatu waktu, tatkala pandangan dihadapkan kembali dengan lembaran kisah Nabi Ibrahim alaihissalam. Saat itu, hati seperti disentak. Ditusuk dengan tajamnya dengan pengertian yang mendalam. Bagaimana mungkin seorang ayah rela menyembelih anak kandungnya hanya karena sebuah mimpi? Jika saja Nabi Ibrahim menuntut penjelasan, andai saja ia berkata “Tunjukkan dulu hikmahnya, ya Allah,” maka mungkin sejarah tak akan mencatat ketaatan yang agung itu. Tapi beliau tidak. Karena ia tahu: keimanan bukan sesuatu yang harus selalu dijelaskan. Ia hanya perlu dijalani. Jawabannya datang setelah ia melintasi terik padang ketaatan. Setelah prosesi penyembelihan itu, barulah Allah tunjukkan: ini ujian taqwa yang sebenarnya. Dan Allah ganti Nabi Ismail alaihissalam dengan gibas dari surga. Sebuah ganjaran yang tak hanya melambangkan kasih dan sayang, tapi juga pengakuan: inilah hamba sejati, sebagai kekasih Allah yang pasti. Tidak disangka-sangka sebelumnya.

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِين رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِين إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ

“Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, “sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (yaitu).”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq . Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.” (QS As-Shaffat: 99 – 113)

Lalu kisah Nabi Ayyub alaihissalam melangkah ke ruang relung hati. Beliau, seorang nabi, hamba yang dekat Allah, terkena penyakit menjijikkan selama hampir dua dekade. Tepatnya 18 tahun. Kehilangan harta, anak, bahkan ditinggal istri. Tapi tak sekalipun beliau mengeluh atau bertanya “mengapa.” Bila ia ingin, bisa saja ia menuntut penjelasan. Tapi Nabi Ayyub alaihissalam memilih diam. Berkalung malu di depan Allah, yang terus mengawasi. Karena ia tahu: semua nikmat yang pernah ia rasakan jauh lebih banyak daripada ujian yang sedang ia alami. Maka apa gunanya protes? Buat apa menuntut? Keimanan telah mengajarinya untuk menunduk, bukan menggugat. Untuk mengingat, bukan mengeluh, apalagi mengaduh.

وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (QS Al-Anbiyaa’ : 83)

وَٱذْكُرْ عَبْدَنَآ أَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلشَّيْطَٰنُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ ٱرْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَشَرَابٌ وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ أَهْلَهُۥ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرَىٰ لِأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

“Dan ingatlah kepada hamba Kami Ayyub ketika menyeru Tuhan-nya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.” Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran,” (QS Shâd: 41-43).

Dan saat membaca ulang kisah agung Rasulullah ﷺ, betapa terasa hinanya diri ini. Kaki beliau bersimbah pecah, berhias bengkak karena terlalu lama berdiri dalam shalat malam. Padahal dosa beliau sudah diampuni. Ketika sebuah pertanyaan menyapa, beliau menjawab mulia: “Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?” Maka di mana diri ini, yang mengaku beriman, tapi masih sering bersungut atas rezeki yang terlambat, atas doa yang belum dikabul, atau atas hidup yang tak sesuai harapan?

عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ فَقَالَتْ عَائِشَةُ لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ ‏ “‏ أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا ‏”

Dari Aisyah radhiyallāhu ‘anhā sesungguhnya Nabi ﷺ berdiri (shalat) di malam hari sampai kedua kakinya pecah-pecah. Lalu aku (Aisyah) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apa yang engkau lakukan ini, padahal Allah telah mengampunimu dari dosa-dosa yang lalu dan akan datang?’ Beliau menjawab: ‘ Tidakkah aku senang apabila menjadi hamba yang bersyukur?'” (HR Al-Bukhori)

Seringkali, kita overacting dalam iman. Salting dan saltum – salah tingkah dan salah kostum. Kita mempertanyakan hal-hal yang seharusnya cukup diterima. Dan sebaliknya, kita abai terhadap hal-hal yang justru butuh pengorbanan. Saat seharusnya tunduk, kita minta penjelasan. Saat seharusnya serius, kita bercanda. Saat seharusnya berkata “aku tidak tahu,” kita justru berkata “tidak boleh bertanya.” Sungguh, hati ini perlu diruwat dengan istighfar dan laku taubat nasuha yang banyak.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَىْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ ‏”‏‏.‏

Maka semakin dalam makna hadits dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda: “Tinggalkanlah apa yang aku tidak jelaskan kepada kalian. Sesungguhnya, umat sebelum kalian binasa karena terlalu banyak bertanya dan menyelisihi nabi mereka. Jika aku melarang sesuatu, jauhilah. Dan jika aku perintahkan, lakukanlah sesuai kemampuan kalian.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Malu rasanya mengaku beriman, tapi masih terus minta penjelasan untuk setiap musibah. Malu rasanya mengaku beriman, tapi masih terikat pada sebab-akibat yang fana mendera. Malu rasanya mengaku beriman, tapi ibadah masih sekadar rutinitas, belum menjadi napas. Padahal keimanan itu seharusnya sederhana: sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat— mastatha’na, semampu kami.

Maka kini kami tahu, bahwa iman bukan hanya soal pengetahuan, tapi penundukan. Ia bukan hanya tentang bisa menjelaskan, tapi tentang bisa menerima. Ia bukan hanya tentang hafal ayat, tapi tentang hidup dalam ayat. Dan bahwa segala yang terjadi, baik atau buruk, indah atau getir, hanya punya satu penjelasan: karena keimanan. Bukan lainnya. Allahul Musta’an.

Tags: KeimananSebab AkibatZiarah Batin

Related Posts

Menjaga Niat
Nasehat

Menjaga Niat

by admin
June 16, 2025
0

Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan (Pelajaran dari Sebuah Pohon dan Dua...

Read more
Kreteria Memilih Calon Istri Idaman
Nasehat

Kreteria Memilih Calon Istri Idaman

by admin
June 9, 2025
0

Ust. Mifta Khuddin Mubarok dalam tayangan Oase Hikmah LDII TV beberapa waktu yang lalu menjelaskan perlu mengetahui kriteria memilih pasangan hidup. Selain...

Read more
Awas Selilit
Nasehat

Awas Selilit

by admin
June 9, 2025
0

Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan Banyak kepala, lewat kedua matanya, bisa...

Read more
Keutamaan Puasa Arafah
Nasehat

Keutamaan Puasa Arafah

by admin
June 3, 2025
0

Oleh Dewan Penasihat Pusat DPP LDII KH Edy Suparto Puasa Arafah 9 Zulhijah 1446 H akan jatuh pada 5 Juni 2025. Puasa...

Read more
Menepi di Kolam Pencerahan : Kisah Hati yang Mengalir
Nasehat

Menepi di Kolam Pencerahan : Kisah Hati yang Mengalir

by admin
June 3, 2025
0

Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan Di zaman serba cepat ini, setiap...

Read more
Secangkir Bahagia: Belajar Bersyukur dari Kesederhanaan
Nasehat

Secangkir Bahagia: Belajar Bersyukur dari Kesederhanaan

by admin
May 27, 2025
0

  Oleh: Thonang Effendi Di suatu sore yang damai, langit Jogja menggantungkan cahaya lembut di ufuk barat. Di sebuah angkringan kecil pinggir...

Read more
Nuansa Persada

Majalah Resmi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Hubungi kami untuk layanan iklan online: marketing@nuansaonline.com

Follow Us

Recent News

Melampaui Sebab-Akibat

Melampaui Sebab-Akibat

June 23, 2025
Kejari Pringsewu Kerja Sama dengan LDII Helat Penyuluhan Hukum bagi Santri

Kejari Pringsewu Kerja Sama dengan LDII Helat Penyuluhan Hukum bagi Santri

June 23, 2025

ARSIP

  • Iklan
  • Privacy & Policy

© 2021 - Designed by LataniyaWeb

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Ekonomi Bisnis
  • Energi
  • Fa Aina Tadzhabun
  • Iptek
  • Apa Siapa
  • Digital
  • Hukum
  • Jejak Islam
  • Kesehatan
  • Kisah Teladan
  • Laporan
  • Lentera Hati
  • Liputan Khusus
  • Lintas Daerah
  • Resonansi
  • Olah Raga
  • Opini
  • Pendidikan
  • Remaja
  • Siraman Rohani
  • Khutbah (PDF)
    • Khutbah Jumat Bahasa Arab
    • Idul Fitri Bahasa Arab
    • Idul Fitri (ust. Aceng Karimullah)
    • Idul Fitri (ust. Imam Rusdi)
    • Idul Adha (ust. Aceng Karimullah)
    • Idul Fitri (Kediri 2017)

© 2021 - Designed by LataniyaWeb

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In