Kalimat seperti “jangan makan malam, nanti gemuk” mungkin sudah tak asing di telinga kita. Banyak orang menghindari makan setelah pukul 8 malam karena dianggap bisa menaikkan berat badan. Namun, benarkah anggapan itu? Senior Medical dari Alodokter, Kevin Adrian, menjelaskan bahwa makan malam bukanlah penyebab langsung naiknya berat badan.
Menurut Kevin, anggapan bahwa makan malam bikin gemuk lebih condong ke mitos ketimbang fakta medis. Yang sebenarnya menentukan kenaikan berat badan bukan pada jam makannya, melainkan jenis makanan, jumlah yang dikonsumsi, serta kebiasaan gaya hidup seseorang.
“Sering kali orang yang merasa lapar di malam hari memilih makanan cepat saji, makanan olahan, atau camilan tinggi kalori seperti keripik dan mie instan. Makanan seperti ini yang lebih berkontribusi terhadap penambahan berat badan, apalagi kalau dikonsumsi berlebihan,” ujar Kevin.
Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Usada Sidoarjo, Rio Azadi, menjelaskan bahwa sensitivitas insulin manusia mengalami penurunan secara alami pada malam hari. Hal ini membuat tubuh lebih sulit mengolah glukosa, sehingga kebiasaan makan malam berkalori tinggi dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik.
“Resistensi insulin memang meningkat di malam hari. Sensitivitas terbaik ada di pagi hari, lalu menurun hingga mencapai titik terendah di malam sampai dini hari,” ujar Rio saat dihubungi, Sabtu, 22 Juni 2025.
Pria yang juga didapuk menjadi anggota DPP LDII dari Departemen Pengabdian Masyarakat (Penamas) menambahkan bahwa pada kondisi tersebut, konsumsi makanan berkalori tinggi dapat meningkatkan kadar gula darah dan memperbesar potensi munculnya gangguan metabolik seperti obesitas, hipertensi, trigliserida tinggi, hingga rendahnya kadar kolesterol baik (HDL). Menurut Rio, durasi kebiasaan makan malam berkalori tinggi memiliki hubungan kuat dengan risiko sindrom metabolik.
“Penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa minggu saja, pola makan seperti ini sudah bisa memicu resistensi insulin. Jika berlangsung bertahun-tahun dan disertai faktor lain seperti kurang tidur dan gaya hidup sedentari, risikonya bisa meningkat drastis,” kata dia.
Dalam konteks masyarakat urban yang memiliki aktivitas hingga malam hari, Rio menyarankan beberapa strategi untuk menjaga pola makan malam agar tidak mengganggu kesehatan dan kualitas tidur. “Idealnya, makan utama dilakukan antara jam 8 pagi sampai 6 sore. Karbohidrat sebaiknya dikonsumsi di pagi atau siang hari, dan dikurangi saat malam,” kata Rio.
Namun, bila seseorang terpaksa makan malam karena alasan pekerjaan atau lembur, ia menyarankan untuk memilih makanan tinggi protein dan serat, serta menghindari asupan karbohidrat berlebih. “Jangan makan dalam waktu tiga jam sebelum tidur. Ini penting agar tubuh tidak bekerja keras saat waktunya istirahat,” ujarnya.
Rio juga memperkenalkan konsep sederhana yang disebut BNI: Batasi, Nikmati, dan Imbangi. Artinya, batasi porsi makan sesuai kebutuhan dan pastikan nutrisinya seimbang. Nikmati makanan tanpa terburu-buru, serta imbangi dengan aktivitas fisik dan olahraga rutin.
Yang tak kalah penting, kata dia, adalah menjaga ritme tidur tetap konsisten. “Kualitas tidur sangat berpengaruh terhadap metabolisme. Jadi, selain pola makan, tidur yang cukup dan teratur juga berperan penting dalam mencegah resistensi insulin dan komplikasi lainnya,” tutup Rio.