Jakarta (01/06) — Dalam rangka memperingati Hari Bumi ke-55, Departemen Litbang, Iptek, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL) DPP LDII menggelar webinar bertajuk “Pengenalan Jejak Karbon dan Cadangan Karbon sebagai Upaya Penanggulangan Perubahan Iklim”. Acara yang dilaksanakan secara hybrid ini berlangsung di Kantor DPP LDII, Senayan, Jakarta, pada Sabtu (31/5), bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, dalam sambutannya menegaskan bahwa krisis lingkungan saat ini merupakan hasil dari akumulasi kelalaian manusia dalam menjaga bumi. Ia mengingatkan bahwa bumi bukan sekadar tempat tinggal, melainkan sebuah amanah besar yang harus dijaga oleh manusia sebagai pemimpin di bumi.
KH Chriswanto menyoroti berbagai temuan ilmiah terbaru yang menunjukkan dampak serius dari perubahan iklim. Ia mengutip laporan CNN Indonesia tentang pergeseran air dalam jumlah besar dari daratan ke lautan, yang menyebabkan ketidakseimbangan distribusi air global dan berpotensi menjadi bencana besar jika tidak ditangani. Ia juga merujuk pada laporan Kompas tentang menjauhnya jarak Bumi dan Bulan yang berdampak pada perubahan rotasi Bumi—kemungkinan membuat satu hari menjadi lebih dari 24 jam di masa depan.
“Fakta-fakta tersebut harus menjadi peringatan dini, bukan untuk menimbulkan ketakutan, melainkan untuk membangkitkan kesadaran kolektif agar lebih peduli terhadap lingkungan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa perubahan dimulai dari hal kecil. Kesadaran dan konsistensi dianggap jauh lebih penting daripada menunggu langkah besar yang sempurna.
Sebagai wujud kepedulian nyata, LDII selama beberapa tahun terakhir telah melakukan penanaman lebih dari lima juta pohon di seluruh Indonesia. Di samping itu, LDII juga mulai memanfaatkan energi terbarukan seperti PLTS di pondok pesantren serta mengembangkan pembangkit listrik mikrohidro di sejumlah daerah. Semua langkah tersebut merupakan bagian dari kontribusi LDII dalam pengurangan emisi karbon sekaligus manifestasi tanggung jawab spiritual dalam menjaga alam.
“Tidak penting seberapa besar langkah kita, yang penting adalah kemauan untuk mulai bergerak. Kalau dilakukan bersama-sama secara serempak, dampaknya akan sangat besar,” ujar KH Chriswanto.

Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK, Irawan Asaad, turut memberikan pandangan dalam webinar tersebut. Ia menjelaskan bahwa aktivitas manusia yang menghasilkan gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana telah mempercepat efek rumah kaca dan memicu pemanasan global. Lima sektor utama penyumbang emisi di Indonesia adalah energi, industri, limbah, pertanian, dan kehutanan.
Irawan menegaskan bahwa dampak perubahan iklim sudah dirasakan secara nyata: mulai dari kekeringan, rusaknya ekosistem, menurunnya kualitas kesehatan, ancaman kelangkaan pangan, hingga meningkatnya bencana hidrometeorologi yang mencakup 80% dari total bencana nasional.
Ia juga memaparkan pentingnya memahami konsep jejak karbon sebagai indikator emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia, yang dibagi menjadi empat: individu, organisasi, negara, dan produk. “Dengan memahami dan mengelola jejak karbon, kita bisa mulai merumuskan langkah mitigasi yang konkret,” jelasnya.
KLHK, kata Irawan, saat ini fokus pada pelaksanaan komitmen pengurangan emisi nasional (NDC) yang berlaku hingga 2030. Program tersebut mencakup pengembangan energi bersih, rehabilitasi lahan, serta sistem perdagangan karbon. Ia mengapresiasi langkah LDII yang sudah menginisiasi penggunaan energi bersih dan pengelolaan sampah mandiri, serta partisipasi dalam program Proklim.
“LDII menjadi contoh nyata bagaimana perubahan besar bisa diawali dengan gerakan kecil yang konsisten dan kolektif,” tuturnya. Ia berharap LDII terus aktif menyebarkan kesadaran dan aksi nyata di berbagai lapisan masyarakat.
Webinar ini diikuti oleh lebih dari 250 titik studio yang tersebar di kantor-kantor wilayah dan pondok pesantren LDII di seluruh Indonesia. Kegiatan ini menjadi bentuk nyata komitmen LDII dalam mengedukasi publik akan pentingnya perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.